Pintu Surga ada Delapan (8) mau masuk dari pintu yang manakah kamu?!

Surga dapat dimasuki bagi siapa saja yang memenuhi syarat. Mereka dapat masuk dari pintu mana saja yang telah disediakan. Terdapat delapan pintu surga yang disediakan bagi mereka yang terpilih.  

Kedelapan pintu surga tersebut adalah pertama, pintu sholat yaitu bagi mereka yang rajin sholat. Mereka yang semasa hidupnya adalah ahli ibadah dalam hal ini sholat dapat memilih masuk dari pintu tersebut. 

Kedua, pintu amal jariyah, mereka yang semasa hidup di dunia merupakan seorang ahli sedekah dapat memilih pintu ini untuk masuk surga. Ketiga, pintu untuk ahli puasa. Mereka yang menghabiskan usianya untuk lebih banyak berpuasa dapat memilih pintu ini untuk masuk surga.

Keempat, pintu jihad, orang yang semasa hidupnya selalu mengedepankan untuk berjuang di jalan Allah maka mereka dapat memilih pintu ini.

Kelima, pintu untuk orang yang berhaji tetapi sebagian ulama menyebutkan untuk orang yang mampu menahan amarah. Mereka yang menjalankan haji mabrur atau semasa hidupnya mampu menahan amarah maka pintu surga ini menantinya. 

Keenam, pintu bagi mereka yang selalu mendahulukan bagian kanan untuk mengerhakan kebaikan. Mereka yang menjalankan sunnah rasul untuk menggunakan bagian kanan tubuhnya maka disediakan pintu khusus untuk mereka saat masuk surga.

Ketujuh, pintu untuk orang tua. Baik ayah maupun ibu yang menjalani perannya sesuai dengan anjuran Alquran dan hadits maka dapat memilih pintu ini. Sesuai dalam hadits Rasulullah SAW:  

الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه “Orang tua adalah pintu surga yang paling tinggi. Sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah.” (HR  Ahmad dan at-Tirmidzi) 

Kedelapan, pintu taubat, mereka yang mampu bertaubat setelah melakukan kesalahan dan Allah ridho untuknya, maka pintu surga ini akan terbuka lebar. 

Kemudian, kapan waktu pintu surga ini akan dibuka? Pintu surga akan dibika selebar-lebarnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

والذي نَفْسِي بيَدِهِ، إنَّ ما بيْنَ المِصْرَاعَيْنِ مِن مَصَارِيعِ الجَنَّةِ، كما بيْنَ مَكَّةَ وحِمْيَرَ - أوْ كما بيْنَ مَكَّةَ وبُصْرَى

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya antara dua daun pintu dari pintu-pintu surga seperti jarak antara Makkah dan Himyar, dan seperti jarak antara Makkah dan Bashrah.”

Pintu surga terbuka untuk orang-orang yang ada di dunia ini, dan akan dibuka setiap Pada  Senin dan Kamis, sebagaimana Nabi bersabda. Selain itu surga juga dibuka ketika bulan Ramadhan, ketika seorang hamba melakukan wudhu untuk sholatnya, dan terakhir saat hari kebangkitan.

https://www.republika.co.id/berita/qoc3c0320/8-pintu-surga-dan-kapan-waktunya-dibuka-untuk-muslim

Teladan saja tidak cukup


Teladan saja tidak cukup
Oleh: Agus Mulyadi
Dewasa ini bangsa kita sedangkan dihadapkan pada sebuah kenyataan yang cukup memprihatinkan. Berbagai kasus berkaitan dengan moralitas bangsa hampir tidak pernah absen dari media. Mulai dari pembunuhan, tindak asusila, kenakalan remaja, tawuran, narkoba dan sebagainya menjadi bahan pembicaraan hampir di setiap sudut kota. Seakan-akan menggambarkan begitu kritisnya kondisi bangsa ini.
Nilai-nilai moral yang agung seakan sudah menjadi barang langka yang sukar didapat di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran agama, norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Mulai dari pejabat sampai lapisan masyarakat paling bawah,   
Tugas Guru
Tugas mendidik walaupun identik dengan guru dan sekolah, namun keluarga juga memiliki sumbangsih dan peranan yang sangat penting. Bahkan lebih dari apa yang guru lakukan di sekolah yang sangat terbatas, ruang dan waktu. Namun kesemuanya itu memiliki satu tujuan yang sama, yakni membentuk kepribadian atau karakter anak seutuhnya sebagaimana misi dari penerapan kurikulum baru tahun 2013.
Mendidik juga bukan sekedar proses transfer ilmu dari guru kepada murid saja (pembelajaran satu arah) atau pendidikan model banking yang sering dikritisi Paulo Freire dan tokoh-tokoh pendidikan lainnya. lebih dari itu, mendidik sejatinya mencakup keseluruhan proses, seperti mengajar, mengarahkan, dan membimbing anak didik. Terutama dalam penanaman karakter murid. Dalam hal ini guru menjadi salah satu faktor kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Sebab gurulah yang banyak berinteraksi secara langsung bersama murid selama berada di sekolah. Maka dari itu, guru harus benar-benar menguasai betul pendidikan dengan komprehensif. Mulai dari materi, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan pendekatan yang sesuai dengan kondisi murid dan sekolah.
Keteladanan
            Metode dalam Purwadarminto, 1999:767 diartikan sebagai cara yang teratur dan terfikir baik-baik demi mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, murid dan lingkungan atau sumber belajar yang ada di sekolah. Penentuan metode yang baik tentu akan berdampak baik juga kepada murid, sedangkan kurang memperhatikan metode dalam proses pembelajaran tentu akan berimplikasi kurang baik terhadap hasil pembelajaran di sekolah.
Dalam pembentukan karakter murid salah satu metode yang paling ampuh adalah keteladan atau uswah dalam bahasa arab. Yakni menjadikan guru sebagai role model murid dalam segala hal, baik ucapan maupun tingkah laku. Sopan dalam bertindak dan santun dalam bertutur menjadi keharusan dalam penerapan metode ini. Tutur kata, tingkah laku, sopan santun atau unggah ungguh yang ditunjukkan guru dalam bersosialisasi di sekolah akan memberikan berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter anak didik. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apapun yang dilakukan guru di sekolah akan dilakukan oleh murid-muridnya. Maka benar adanya jika murid dikatakan sebagai duplikat atau kopian dari gurunya.  
            Keteladanan sangat baik diterapkan di sekolah. Namun kondisi murid yang heterogen bukan tidak mungkin bisa menghambat tujuan mulia dari penerapan metode ini. Untuk itu, arahan-arahan tetap harus diberikan kepada murid-murid yang belum bisa menangkap atau memahami pendekatan tersebut. #telp.08812825053 #agusgondez86@gmail.com

Perpustakaan Sebagai Denyut Nadi Pendidikan

Perpustakaan Sebagai Denyut Nadi Pendidikan
Oleh: Agus Mulyadi, S.Pd.I
Perpustakaan dalam dunia pendidikan sejatinya memiliki fungsi dan peran yang sangat penting. Keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja dalam menyokong perkembangan kemajuan pendidikan. Namun dewasa ini peran dan fungsi tersebut sepertinya sedang mengalami kemunduran atau dalam bahasa yang lebih santun sedang mengalami stagnasi. Khususnya perpustakaan sekolah pada setiap jenjangnya.
Hanya sedikit karya yang dihasilkan oleh para guru terpajang di rak buku perpustakaan, atau bahkan tidak ada sama sekali. “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” itulah yang terjadi. Bagaimana murid akan tertarik untuk menghasilkan sebuah karya, jika para pendidiknya saja tidak termotivasi berbuat demikian?. Ironi semacam ini jamak sekali terjadi di beberapa perpustakaan sekolah.
Kurang berfungsinya perpustakaan tersebut dapat terlihat dari kuantitas pengunjung dan perbendaharaan buku bacaan yang ada di dalamnya. Dari sisi pengunjung, di beberapa perpustakaan sekolah terjadi fluktuasi yang begitu tajam. Jika dipersentase jumlah pengunjung yang datang untuk sekedar melihat-lihat atau membaca koleksi buku bacaan yang ada di dalamnya tidak lebih dari 20 hingga 25 persen saja. Artinya tidak banyak dari guru dan siswa yang tertarik untuk datang ke perpustakaan untuk membaca buku-buku yang ada di dalamnya.
Hal ini bisa terjadi minimal disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah minat baca siswa yang rendah dan petugas perpustakaan yang cenderung pasif, tidak kreatif dan kurang inisiatif dalam mempromosikan perpustakaan di kalangan siswa.
Ahmad Shallaby (1976) dalam (Antonio, 2012: 38) mengatakan: “semenjak manusia mulai berkomunikasi melalui tulisan yang ditulis pada ketulan tanah, batu, daun, tulang, kayu, kertas dan akhir-akhir ini media elektronik, perpustakaan dijadikan wahana di mana isi kandungannya dimanfaatkan. Tanpa perpustakaan, kesinambungan tamadun manusia akan kehilangan landasan.” Apa yang dikatakan Ahmad Shallaby ini seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua yang menutup mata akan urgensitas perpustakaan dalam menjaga kesinambungan tamadun peradaban manusia.    
Pada masa keemasan Islam, pendidikan pernah berada pada puncak kejayaannya. Yakni pada masa daulah bani Umayah (662 – 750 Masehi) dan Abbasiah (751 – 1258 Masehi). Pada masa ini pendidikan dan ilmu pengetahuan, berkembang sangat pesat. Masjid, madrasah dan kuttab (perpustakaan) berperan penting dan berfungsi sentral sebagai pusat pendidikan masyarakat. Salah satunya yang terkenal adalah “baitul hikmah.” Yang sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat yang haus akan ilmu pengetahuan. Bagaimana dengan masyarakat kita? Bagaimana dengan sekolah-sekolah kita? Dan bagaimana dengan murid-murid kita?
Pada kasus ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk sejenak memperhatikan perpustakaan-perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah tempat anak-anak kita belajar. Kuttab (perpustakaan) sekolah dewasa ini gagal menarik simpati para siswa untuk berbondong-bondong mengimplementasikan konsep “iqra’” yang terkandung di dalam QS. Al ‘Alaq: 1-19. Motivasi siswa untuk menjadikan perpustakaan sebagai sumber belajar masih sangat rendah. Kalaupun ada beberapa siswa yang berkunjung, bukanlah buku-buku sains atau wacana keilmuan (non-fiksi) yang menjadi sasarannya, namun buku-buku fiksi seperti novel atau cerpen dan komik. Walaupun memang tidak ada larangan untuk membaca buku-buku semacam itu.
Singkat kata, kuttab (perpustakaan) yang dahulu bisa menjadi pecut bagi cendekiawan, ilmuwan dan murid-muridnya untuk ber-fastabiqul khairaat dalam kebaikan, membuat karya-karya fenomenal di dunia pendidikan. sekarang terlihat tidak sama dan jauh dari kata tamadun dalam arti yang lebih substansial. Yakni berkemajuan dalam karya dan menggali pengetahuan.
Apabila yang terjadi di lapangan adalah kurangnya inisiatif, kreatifitas dan inovasi dari petugas kuttab untuk mengajak guru dan siswa dalam menggiatkan, dan mengembalikan fungsi dan perannya, maka perlu ada perbaikan dan terobosan-terobosan untuk menarik minat dan motivasi siswa terhadap kuttab. Perlombaan, sayembara dan semacamnya dapat menjadi pilihan dalam hal ini. Selain bisa memotivasi siswa, karya-karya yang dihasilkan dapat menjadi koleksi daripada kuttab itu sendiri.
Tentu hal itu tidak bisa dilepaskan dari peran serta sekolah, dalam hal ini kepala sekolah, dan para guru. Pihak-pihak ini juga tidak boleh tinggal diam saja. Mereka harus turut serta mendorong, memotivasi siswa-siswanya, dan bahkan jika perlu sesekali mereka bisa mengajak siswa-siswanya untuk belajar di perpustakaan. Hal semacam ini harus senantiasa digerakkan dan digeliatkan di setiap sekolah, agar tamadun peradaban manusia dapat terjaga keberlangsungannya dengan baik.
Penulis adalah pengajar di SMP Islam Al Azhar 21 Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah

Guruku Teman Baikku


Guruku Teman Baikku
Oleh: Agus Mulyadi
Menjadi seorang pendidik (guru) tidaklah mudah. kalimat tersebut benar adanya. fakta yang terjadi di lapangan memang seperti itu. Guru bukanlah Tuhan yang berkuasa menjadikan segala sesuatunya sesuai dengan kehendaknya. Murid pun demikian, bukanlah benda mati yang tidak punya hati dan pikiran. Murid dengan segala keunikannya adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada orang tua mereka dan diamanahkan kepada guru untuk dididik, diarahkan, dibina dan dikembangkan setiap potensi yang dimilikinya. Ini adalah tantangan sekaligus tugas berat bagi semua guru. Namun jika guru bisa mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, bukan tidak mungkin kesuksesan dalam pembelajaran di sekolah akan dapat direalisasikan.
Pembelajaran tidak hanya sekedar transfer ilmu berjalan satu arah dari guru kepada murid saja. Pembelajaran dalam arti sesungguhnya adalah proses penanaman nilai-nilai luhur kepada anak didik, memanusiakan manusia, dan mempersiapkan diri mereka menyongsong masa depannya dengan penuh kemandirian, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Tidak sekedar transfer of knowledge saja atau sistem pembelajaran gaya bank yang monoton dan tidak manusiawi. Pada konteks ini guru memiliki peran yang sangat krusial dan urgen. mereka tidak saja berperan sebagai pengajar, namun guru juga berperan sebagai pengarah, pengembang, peneliti, berperan sebagai orang tua, serta siap menjadi teman yang baik bagi anak didiknya.
Yang terakhir mungkin susah untuk dipraktikkan, tetapi bukan berarti tidak mungkin selama ada kemauan dan upaya yang kuat dari internal guru itu sendiri. Harus diakui saat ini ada banyak guru yang gagal paham dalam memainkan perannya sebagai teman bagi anak didiknya atau bahkan tidak bisa. Sehingga banyak anak didik yang kemudian mencari pelarian atau tempat untuk mencurahkan segala apa yang mereka rasakan. Di rumah, lingkungan tempat tinggalnya maupun sekolah. Guru yang baik menurut hemat penulis bukanlah guru yang bisa mengantarkan anak didiknya memperoleh nilai yang tinggi dalam bentuk angka-angka (kuantitas). Guru yang baik adalah mereka yang bisa menjadikan anak didiknya jauh lebih berkualitas selama belajar bersamanya. Ia menjadi pendidik, pengarah, pembimbing, inspirator, orang tua atau bahkan teman untuk berbagi dan atau sekedar berkeluh kesah saja.
Banyak guru yang “dekat” dengan anak didiknya, namun kedekatannya hanya sebatas untuk mengambil perhatian dari anak didiknya saja. Tidak sedikit guru yang “jauh” dengan muridnya padahal dia pandai dalam berkomunikasi. Banyak juga guru yang sengaja mendekati anak didiknya untuk mengetahui, menyelami lebih jauh karakter, kepribadian, dan watak dari anak didiknya tersebut. Akan tetapi ia terkendala dalam komunikasi (tidak pandai dalam berkomunikasi) dan atau sebaliknya.   
Kompetensi
            Terlepas dari apa yang telah penulis tuturkan sebelumnya, sebagai seorang guru memang dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi dalam menjalankan fungsi dan perannya di dalam pendidikan. Di dalam (E. Mulyasa: 2008) ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai syarat professionalisme jabatannya. Kompetensi yang dimaksud adalah pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial.
Di dalam pasal 28 ayat 3 butir (a) Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik mengarah kepada kemapuan guru dalam mengelola pembelajaran. Hal itu meliputi perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dan memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi dan pengembangan anak didik dalam mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki.
Kemudian dilanjutkan di dalam pasal dan ayat yang sama butir (b) bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil (tidak mudah emosi), dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi anak didiknya, dan berakhlak mulia.  
Adapun pada butir (c dan d) dijelaskan bahwa kompetensi professional lebih menitik beratkan kepada penguasaan materi pembelajaran secara luas. Selain itu seorang guru juga harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan bergaul yang efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
Guru sebagai teman yang baik bagi anak didiknya menurut hemat penulis adalah terjemahan atau turunan dari beberapa kompetensi tersebut. Terutama pada kompetensi kepribadian dan sosial. Sebagai seorang guru yang baik harus senantiasa memperhatikan penampilannya di depan anak didiknya. Guru yang baik juga tidak boleh banyak bercanda apalagi berbicara kososng dengan anak didik. Sebab kebanyakan bercanda hanya akan menjatuhkan atau merendahkan martabat guru. Selain itu guru juga tidak boleh kaku dalam bersikap maupun bertutur kata, harus bisa membaur dengan baik bersama anak didik, namun demikian tetap tahu batasan-batasannya, sehingga (marwah) kewibawaannya sebagai guru akan tetap terjaga.
Menjadi seorang guru tidak boleh tertutup (eksklusif) terhadap anak didiknya. mereka harus terbuka (inklusif) menerima semua anak didik yang hendak berkomunikasi, berkonsultasi, minta nasihat atau hanya sekedar menyampaikan keluh kesahnya. Singkat kata menjadi guru yang baik harus bisa memposisikan diri di hadapan anak didiknya. Menjadi pengajar dalam pembelajaran di sekolah pada satu moment. Menjadi teman yang baik (pendengar, teman bicara, konsultan, penasihat) di moment yang lain. Dengan begini anak didik akan merasa nyaman, percaya dan terbuka kepada guru-guru mereka setiap ada permasalahan dan tidak akan mencari pelampiasan atau lari di tempat yang lain untuk bercerita, berkeluh kesah atau meminta nasihat dan solusi atas setiap problematika yang ia hadapi.    
Penulis adalah pengajar di SMP Islam Al Azhar 21 Solo Baru

Bijak Menggunakan Media Sosial

Bijak Menggunakan Media Sosial
Oleh: Agus Mulyadi
Teknologi berkembang begitu pesat. Salah satunya adalah teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi ini mampu merubah yang dahulu mungkin tidak bisa dilakukan manusia sekarang menjadi sangat mungkin dilakukan. Dahulu orang hanya bisa bertransaksi, tukar menukar barang, menawarkan jasa, dan sebagainya di tempat-tempat tertentu seperti pasar, namun sekarang tidak, sejalan dengan perkembangan zaman, teknologi memungkinkan aktifitas tersebut dilakukan melalui sebuah alat berbasis komputer yang sekarang ini sangat digandrungi banyak orang. Alat itu dikenal dengan istilah sosial media.
Menurut Wikipedia, yang dimaksud dengan sosial media adalah sebuah alat berbasis komputer yang memungkinkan banyak orang untuk membuat, berbagi, atau bertukar informasi, ide, atau gambar/video dalam komunitas dan jaringan virtual (www.trigonalmedia.com/2015/08). Artinya melalui media tersebut orang bisa melakukan apa saja sesuai kehendak. Inilah berkah dari kemajuan teknologi. Di satu sisi kemajuan teknologi dapat memberikan manfaat luar biasa kepada manusia, di sisi yang lain sosial media bisa menjadi sumber madharat dan petaka bagi penggunanya. Sebut saja media sosial seperti Facebook, Instagram, atau Tweeter yang menjadi tren masa kini.
Sosial media bisa menjadi sumber petaka jika pengguna atau penikmatnya menggunakan alat tersebut untuk hal-hal negatif. Bahkan bisa menyeret orang ke pengadilan dan berakhir pada terali besi, seperti yang menimpa seorang ibu rumah tangga, Ervani, warga Gedongan, Kasongan, Bantul menjadi tahanan sementara kejaksaan tinggi Bantul karena dituduh mencemarkan nama baik bos suaminya, setelah menulis status di halaman grup Facebook.
Contoh lagi, kasus Yenike venta resti, seorang mahasiswi FISIP Universitas Bhayangkara, harus menelan pil pahit atas statusnya di facebook. Venta, digelandang ke meja hijau setelah mendapat laporan Siti Anggraeni Hapsari, dengan dakwaan pencemaran nama baik (http://duniabaca.com)
Namun media sosial juga bisa menjadi berkah yang dapat menjadi sebab penggunanya masuk ke dalam jannah. Misalnya difungsikan sebagai media atau jalan berdakwah. Menyampaikan syiar agama kepada seluruh umat seperti yang dilakukan sejumlah dai kondang tanah air. Ustadz Abdullah Gymnastiar atau akrab disapa dengan Aa Gym adalah salah satunya.
Pada tahun 2002-2003 ketenaran beliau dalam berdakwah mengalami masa puncaknya. Jalan dakwah yang dipilih Aa Gym juga tidak terlepas dari peran sosial media, seperti FB dan Tweeter. Bahkan dikatakan dalam  provokedthought.tumblr.com bahwa  Aa Gym merupakan pelopor dakwah dalam sosial media. Aa Gym bisa diklaim sebagai satu-satunya da’i di Indonesia yang mempraktekan dakwah dengan cara yang modern. Selain aktif di twitter dengan jumlah followersnya yang mencapai 461.096 orang, beliau juga aktif di beberapa media sosial, beliau mempunyai chanel sendiri di youtube, soundcloud, dan facebook panpages. Media seperti ini beliau jadikan sebagai alternative lain dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam.
            Tidak berhenti sampai di situ, Aa Gym melihat banyaknya masyarakat yang sangat menggandrungi ponsel pintar (smartphone) seperti blackberry dan android pun mulai dilirik. Beliau memanfaatkan aplikasi Nux Radio yang dapat diinstal pada kedua ponsel tersebut untuk streaming program MQ FM.
Selain itu, pengasuh Ponpes Darut Tauhid ini juga meluncurkan sebuah aplikasi berbasis IOS (apple) dengan nama “Aa Gym Corner” Sebuah terobosan baru dalam berdakwah dengan memanfaatkan gadget Apple. Aa Gym Corner sendiri merupakan aplikasi dakwah digital yang berisikan kumpulan buku-buku dan audiobook karya asli Aa Gym. Dalam aplikasi ini, terdapat beberapa buku Aa Gym yang sebagian besar sudah terbit dalam bentuk buku cetak dan ditransformasi menjadi bentuk digital. Tak hanya buku, ada pula audiobook yang berisi rekaman dakwah Aa Gym dengan berbagai tema. (provokedthought.tumblr.com/2015/12/1).
Jalan dakwah Aa Gym melalui social media kemudian banyak diikuti oleh da’i-da’i lain yang peduli dan konsen terhadap perkembangan dakwah Islam. Seperti  Ustadz Arifin Ilham dengan nama akun twitter @marifinilham dengan jumlah followers sebanyak 121.908 orang. Kemudian Ustadz Yusuf  Mansur dengan nama akun twitter @Yusuf_Mansur memiliki followers sebanyak 561.85 orang. Tidak ketinggalan Ustadz Salim A. Fillah dengan nama akun twitter @salimafillah memiliki followers sebanyak 85.000 orang.
Apa yang dilakukan Aa Gym, dan kawan-kawan sungguh sangat inspiratif. Bagaimana beliau dengan sangat bijak menyikapi perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi seperti social media tersebut. Dakwah adalah salah satu alternatif dari banyak alternatif yang bisa kita manfaatkan dari social media seperti FB dan Tweeter. Sebarkanlah kebaikan kepada orang lain walau hanya satu ayat itu yang harus kita pegang. Selamat berdakwah …..   

Membangun Kesadaran Anak Dalam Berlalu Lintas

Membangun Kesadaran Anak Dalam Berlalu Lintas

Oleh Agus Mulyadi
Mahasiswa Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lagi-lagi musibah kecelakaan lalu lintas kembali terjadi disejumlah daerah. Bus Sumber Kencono kembali meminta tumbal jiwa, tepatnya didaerah magetan jawa timur kemarin. akibat kelalaian tersebut korban pun tak terhindarkan, selain itu didaerah lain, daerah puncak Cisarua Bogor juga terjadi kecelakaan yang banyak memakan korban.

Tentunya kita juga masih ingat betul bagaimana peristiwa kecelakaan yang terjadi di Ibu kota belum lama ini. Dalam tragedy tersebut mobil Xenia yang ditunggangi oleh Apriyani yang pada saat itu dikatakan dalam kondisi yang tidak sehat karena pengaruh obat-obatan menabrak sejumlah pengguna jalan dan berakibat jatuhnya beberapa korban jiwa. Tidak berhenti sampai disitu saja, beberapa kecelakaan transportasi udara pun tak luput dari tragedy.

Praktis hal semacam ini menyisakan berjuta pertanyaan dalam benak kita. Bagaimana hal semacam ini bisa terjadi jika mereka taat dan patuh kepada rambu-rambu di jalan? Apa sebenarnya yang menjadikan kasus semacam ini tidak berkurang dan malah bertambah banyak? Adakah yang salah dengan transportasi di negeri ini?

Ada beberapa alasan yang sering terkuak dalam kasus-kasus kecelakaan yang menewaskan hingga beberapa korban jiwa, mulai dari ketelodaran sang sopir, konstruk jalan yang memang tidak mendukung, rambu-rambu yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya dan bahkan diakibatkan oleh kerana pengemudi disinyalir dalam pengaruh obat-obatan dan atau minuman. Jika boleh penulis kelompokan sebab terjadinya kecelakaan yang akhir-akhir ini banyak terjadi di negeri kita disebabkan oleh beberapa factor yaitu teknis dan non teknis.

Dari segi teknis kecelakaan dengan latar belakang kondisi kendaraan yang tidak laik jalan atau kurangnya ketelitian dalam melakukan pengecekan sebelum jalan kerap terjadi. selain itu juga kepemilikan SIM untuk saat ini pun masih menyisakan masalah. Dan masih banyak lagi factor-faktor lain yang perlu diperhatikan.

Kemudian dari sisi non teknis sendiri, kondisi pengemudi yang terkadang kurang mendukung namun terlalu dipaksakan sehingga kecelakaan pun tak terhindarkan. Dan yang terakhir marak dibicarakan adalah diketemukannya bukti bahwa disejumlah kecelakaan yang terjadi ditengarai karena pengemudi berada dibawah pengaruh obat-obatan atau minuman. Hal ini sangat tragis dan jika dibiarkan saja akan dapat mengancam jiwa manusia atau penumpang serta pengguna jalan lain.

Pentingnya Etika Berlalu Lintas
Meningkatnya jumlah kasus kecelakaan disejumlah daerah menjadikan kita miris. Bagaimana tidak ancaman kehilangan jiwa ada didepan mata jika tidak menggubris atau menjalankan etika dalam berlalu lintas. Kita sepatutnya sadar akan bahaya tersebut untuk kemudian mulai berhati-hati dalam menggunakan jalan, sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Akan tetapi kesadaran seperti ini saja tidak cukup, pemerintah mustinya mulai berfikir untuk mengevaluasi semua ini. Jika perlu wawasan dan pemahaman akan pentingnya etika dalam berlalu lintas dimasukan dalam materi pembelajaran disekolah-sekolah sejak dini.

Nampaknya falsafah jawa yang mengatakan “Alon-alon waton klakon” senyatanya telah terbukti. Yang lebih jelasnya adalah segala sesuatu harusnya dijalankan dengan penuh kehati-hatian dalam segala hal termasuk berlalu lintas. Dalam budaya jawa memang prinsip tersebut sangatlah penting karena jika dibenturkan dengan perilaku masyarakat sekarang dalam memakai jalan sangat memperihatinkan. Disamping kondisi jalan, kepemilikan SIM yang tidak semestinya dan juga perangkat rambu-rambu yang tidak berfungsi lagi juga mempengaruhi.

Dalam jurnal Gemari edisi 112/ tahun XI/ Mei 2010, Ki Sugeng Subagyo mengatakan bahwa “kesadaran akan berlalu lintas harus ditanamkan sejak dini, caranya dengan memberikan teladan dan pemahaman kepada siswa, untuk itu diperlukan sosok teladan yang senantiasa dapat memberikan contoh yang baik bagi murid-muridnya dalam beretika dijalan”. Beliau merujuk kepada ucapan Ki hajar Dewantara yang mengatakan bahwa hakikat pembelajaran adalah nitheni, nirokke dan nambahi. Yang dalam bahasa sederhananya adalah pentingnya factor keteladanan. Artinya sebagai seorang pendidik harus benar-benar sadar akan pentingnya etika berlalu lintas dijalan. Dari itu diharapkan akan ada semacam transformasi kesadaran kepada anak didik untuk mengikuti mereka dalam hal taat kepada aturan lalu lintas, seperti tidak ugal-ugalan, kebut-kebutan dan atau melanggar marka jalan yang dari itu semua dapat membahayakan keselamatan orang lain. Output seperti inilah yang diharapkan dari pendidikan karakter tentang berlalu lintas, tidak lain agar siswa/ anak didik dapat mengerti, merasakan dan melaksanakan aturan-aturan, etika dan sopan santun dalam berkendara dijalan raya.

Jika kita cermati memang benar apa yang dikatakan oleh wakil ketua majelis ibu Pawiyatan taman siswa Yogyakarta ini. Kesadaran dalam berlalu lintas seyogyanya ditanamkan kepada siswa atau anak sejak dini. Hal tersebut dilakukan guna memberikan pemahaman dan penyadaran terhadap mereka dan efek jangka panjangnya akan dapat menekan tingkat kecelakaan dijalan raya karena semua element masyarakat mulai berhati-hati, peduli kepada diri sendiri dan orang lain dijalan.

Namun demikian pemerintah juga harus segera melakukan perbaikan terhadap system transportasi di Negara ini, memperbaiki kerusakan-kerusakan sarana transportasi, dan memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat melalui aparatnya agar selalu berhati-hati dalam berlalu lintas. agusgondez86@gmail.com

Belajar Tidak Harus di Sekolah

Belajar Tidak Harus di Sekolah

Oleh Agus Mulyadi
Mahasiswa Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta


Mencermati dinamika pendidikan dewasa ini menjadi menarik untuk dibahas dan dikaji, salah satunya adalah model pendidikan alternatif yang menjadikan rumah atau perumahan sebagai basis pelaksanaannya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling. Cara pendidikan model ini mulai marak bermunculan diseantero bumi Indonesia. Tentunya hal demikian ini harus kita sambut gembira, ini berarti kepedulian masyarakat terhadap dunia pendidikan bangsa saat ini cukup bagus. Animo masyarakat yang terbilang tinggi ini kemudian menjadi menarik untuk diteliti lagi secara lebih mendalam.
Dalam pendidikan Home Schooling ini peran aktif keluarga sebagai pelaksanaanya sangat dibutuhkan, dan bahkan nomor satu. Orang tua harus jeli dan kreatif melihat potensi dan kecenderungan anak sehingga pendidikan dapat berjalan dengan maksimal. Selain itu inovasi-inovasi dalam pembelajarannya juga sangat bergantung kepada kepekaan dan kreatifitas orang tua sendiri. Untuk itu menjadi suatu hal yang urgen bagi seorang pendidik memahami betul karakter anak didik didalamnya, talenta/ potensi dan sebagainya.
Lain halnya dengan pendidikan formal atau pendidikan pada umumnya, yang menjadikan sekolah sebagai basis daripada pendidikannya sekarang ini cenderung membentengi anak didiknya tinggi-tinggi serta semakin menjauhkan anak didik dengan realita yang ada disekelilingnya.
Dalam model pendidikan ini praktis gurulah yang menjadi actor utama untuk mengembangkan karakter, potensi dan ketrampilan anak. Sedangkan mereka dalam melakukan proses pembelajaran sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh waktu. Jika mereka mampu memaksimalkannya tentuynya proses pendidikan akan berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi beragam peristiwa dan kasus seputar pendidikan yang terakhir beredar seakan memaksa masyarakat kita untuk mempertanyakan, apakah program pendidikan yang selama ini dijalankan oleh sekolah atau lembaga-lembaga sejenis sudah berhasil?

Sekolah Telah Mati
Tentunya kita masih ingat betul sejumlah kasus yang menimpa siswa-siswi kita saat ini, mulai kekerasan, kenakalan remaja, hingga contek massal. Kesemuanya itu terjadi disaat pemerintah dengan begitu semangat mengkampanyekan program pendidikan karakter. Hal itu terlihat ironi dan menimbulkan sejumlah pertanyaan dalam diri kita. Betulkah sekolahan sudah tidak mampu lagi mencetak generasi-generasi utama yang berkarakter? Apakah sekolah seperti yang dikatakan Everet Reimer sudah mati?
Jika melihat realitas dan fakta yang ada selama ini memang sekolah kurang begitu mampu mewujudkan cita-cita bangsa yang tercantum dalam undang-undang sehingga muncul gerakan-gerakan dalam masyarakat yang membuat semacam sekolah dengan basis rumah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling sebagai alternatif.
Hal semacam ini sangatlah wajar dan patut kita dukung bersama. Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa, home schooling dapat menjadi opsi lain jika semisal keluarga memandang sebuah lembaga pendidikan yang seharusnya dapat membimbing putera-puterinya dengan baik dan benar, tidak mapu memenuhi atau menjawab maksud tersebut dengan baik.

Sebuah Alternatif Lain
Belajar itu tidak selamanya harus terkotak-kotak didalam sebuah ruang yang tersekat dan pengap seperti sekolahan-sekolahan formal, namun proses pendidikan yang baik malah justeru dimulai dari sebuah keluarga. Kenapa harus keluarga? Bukan karena apa-apa, akan tetapi segala kecenderungan, kelebihan dan potensi anak yang lebih mengetahui itu justeru orang tua sendiri.
Home Schooling bagi penulis dapat menjadi opsi atau pilihan lain yang cukup realistiis dan menjanjikan. Pasalnya selain karena materi yang diberikan dalam pembelajaran bersifat sangat luwes, keluarga dalam hal ini dapat langsung mengawasi, mengkontrol dan membimbing anak-anaknya dengan maksimal dan baik.
Ada baiknya jika kita memperhatikan beberapa perbedaan dan kesamaan diantara keduanya (Santoso, Budi, Satmoko, 2010:78-79). Pertama, dari sisi peran sekolah berbasis rumah menuntut orang tua untuk lebih aktif dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan sekolah formal praktis gurulah yang menjadi tokoh sentral dalam pendidikan anak.
Kedua, dalam pemilihan materi pendidikan sekolah berbasis rumah atau home schooling lebih luwes, memberi kebebasan dan kemerdekaan kepada siswa/ anak untuk memilih materi pendidikan, sedangkan sekolah formal harus mengacu kepada standar umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketiga, terkait waktu pelaksanaan pendidikan. Jika sekolah pada umumnya hanya dapat menjalankan pendidikan pada jam yang telah ditentukan tidak dengan pendidikan berbasis rumah yang pelaksanaannya sangat fleksibel sesuai degan kebutuhan anak.
Adapun persamaan diantara keduanya dapat dilihat dari: orientasi masa depan siswa, model pendidikan, dan sama-sama bertujuan untuk mengasah kecerdasan, keterampilan serta karakter anak.

Dari beberapa perbedaan dan kesamaan tersebut dapat kita tarik sebuah pemahaman bahwa bagaimanapun juga sekolah formal tidak dapat lepas begitu saja atau dengan kata lain bergantung kepada pendidikan berbasis sekolah sehingga dalam upaya mewujudkan misi pendidikan nasional yang diperlukan adalah sinergisme diantara kedua kekuatan tadi dalam menjalin komunikasi untuk melaksanakan proses pendidikan yang lebih baik dan unggul. Kemudian kita juga tidak boleh memungkiri besarnya peran keluarga dalam hal ini yang secara langsung atau tidak turut membantu mensukseskan jalannya pendidikan sehingga peran mereka praktis harus lebih dioptimalkan dengan baik. Kontak person: 08812825053. Email: agusgondez86@gmail.com

Pintu Surga ada Delapan (8) mau masuk dari pintu yang manakah kamu?!

Surga dapat dimasuki bagi siapa saja yang memenuhi syarat. Mereka dapat masuk dari pintu mana saja yang telah disediakan. Terdapat delapan p...