Belajar Tidak Harus di Sekolah

Belajar Tidak Harus di Sekolah

Oleh Agus Mulyadi
Mahasiswa Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta


Mencermati dinamika pendidikan dewasa ini menjadi menarik untuk dibahas dan dikaji, salah satunya adalah model pendidikan alternatif yang menjadikan rumah atau perumahan sebagai basis pelaksanaannya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling. Cara pendidikan model ini mulai marak bermunculan diseantero bumi Indonesia. Tentunya hal demikian ini harus kita sambut gembira, ini berarti kepedulian masyarakat terhadap dunia pendidikan bangsa saat ini cukup bagus. Animo masyarakat yang terbilang tinggi ini kemudian menjadi menarik untuk diteliti lagi secara lebih mendalam.
Dalam pendidikan Home Schooling ini peran aktif keluarga sebagai pelaksanaanya sangat dibutuhkan, dan bahkan nomor satu. Orang tua harus jeli dan kreatif melihat potensi dan kecenderungan anak sehingga pendidikan dapat berjalan dengan maksimal. Selain itu inovasi-inovasi dalam pembelajarannya juga sangat bergantung kepada kepekaan dan kreatifitas orang tua sendiri. Untuk itu menjadi suatu hal yang urgen bagi seorang pendidik memahami betul karakter anak didik didalamnya, talenta/ potensi dan sebagainya.
Lain halnya dengan pendidikan formal atau pendidikan pada umumnya, yang menjadikan sekolah sebagai basis daripada pendidikannya sekarang ini cenderung membentengi anak didiknya tinggi-tinggi serta semakin menjauhkan anak didik dengan realita yang ada disekelilingnya.
Dalam model pendidikan ini praktis gurulah yang menjadi actor utama untuk mengembangkan karakter, potensi dan ketrampilan anak. Sedangkan mereka dalam melakukan proses pembelajaran sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh waktu. Jika mereka mampu memaksimalkannya tentuynya proses pendidikan akan berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi beragam peristiwa dan kasus seputar pendidikan yang terakhir beredar seakan memaksa masyarakat kita untuk mempertanyakan, apakah program pendidikan yang selama ini dijalankan oleh sekolah atau lembaga-lembaga sejenis sudah berhasil?

Sekolah Telah Mati
Tentunya kita masih ingat betul sejumlah kasus yang menimpa siswa-siswi kita saat ini, mulai kekerasan, kenakalan remaja, hingga contek massal. Kesemuanya itu terjadi disaat pemerintah dengan begitu semangat mengkampanyekan program pendidikan karakter. Hal itu terlihat ironi dan menimbulkan sejumlah pertanyaan dalam diri kita. Betulkah sekolahan sudah tidak mampu lagi mencetak generasi-generasi utama yang berkarakter? Apakah sekolah seperti yang dikatakan Everet Reimer sudah mati?
Jika melihat realitas dan fakta yang ada selama ini memang sekolah kurang begitu mampu mewujudkan cita-cita bangsa yang tercantum dalam undang-undang sehingga muncul gerakan-gerakan dalam masyarakat yang membuat semacam sekolah dengan basis rumah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling sebagai alternatif.
Hal semacam ini sangatlah wajar dan patut kita dukung bersama. Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa, home schooling dapat menjadi opsi lain jika semisal keluarga memandang sebuah lembaga pendidikan yang seharusnya dapat membimbing putera-puterinya dengan baik dan benar, tidak mapu memenuhi atau menjawab maksud tersebut dengan baik.

Sebuah Alternatif Lain
Belajar itu tidak selamanya harus terkotak-kotak didalam sebuah ruang yang tersekat dan pengap seperti sekolahan-sekolahan formal, namun proses pendidikan yang baik malah justeru dimulai dari sebuah keluarga. Kenapa harus keluarga? Bukan karena apa-apa, akan tetapi segala kecenderungan, kelebihan dan potensi anak yang lebih mengetahui itu justeru orang tua sendiri.
Home Schooling bagi penulis dapat menjadi opsi atau pilihan lain yang cukup realistiis dan menjanjikan. Pasalnya selain karena materi yang diberikan dalam pembelajaran bersifat sangat luwes, keluarga dalam hal ini dapat langsung mengawasi, mengkontrol dan membimbing anak-anaknya dengan maksimal dan baik.
Ada baiknya jika kita memperhatikan beberapa perbedaan dan kesamaan diantara keduanya (Santoso, Budi, Satmoko, 2010:78-79). Pertama, dari sisi peran sekolah berbasis rumah menuntut orang tua untuk lebih aktif dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan sekolah formal praktis gurulah yang menjadi tokoh sentral dalam pendidikan anak.
Kedua, dalam pemilihan materi pendidikan sekolah berbasis rumah atau home schooling lebih luwes, memberi kebebasan dan kemerdekaan kepada siswa/ anak untuk memilih materi pendidikan, sedangkan sekolah formal harus mengacu kepada standar umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketiga, terkait waktu pelaksanaan pendidikan. Jika sekolah pada umumnya hanya dapat menjalankan pendidikan pada jam yang telah ditentukan tidak dengan pendidikan berbasis rumah yang pelaksanaannya sangat fleksibel sesuai degan kebutuhan anak.
Adapun persamaan diantara keduanya dapat dilihat dari: orientasi masa depan siswa, model pendidikan, dan sama-sama bertujuan untuk mengasah kecerdasan, keterampilan serta karakter anak.

Dari beberapa perbedaan dan kesamaan tersebut dapat kita tarik sebuah pemahaman bahwa bagaimanapun juga sekolah formal tidak dapat lepas begitu saja atau dengan kata lain bergantung kepada pendidikan berbasis sekolah sehingga dalam upaya mewujudkan misi pendidikan nasional yang diperlukan adalah sinergisme diantara kedua kekuatan tadi dalam menjalin komunikasi untuk melaksanakan proses pendidikan yang lebih baik dan unggul. Kemudian kita juga tidak boleh memungkiri besarnya peran keluarga dalam hal ini yang secara langsung atau tidak turut membantu mensukseskan jalannya pendidikan sehingga peran mereka praktis harus lebih dioptimalkan dengan baik. Kontak person: 08812825053. Email: agusgondez86@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pintu Surga ada Delapan (8) mau masuk dari pintu yang manakah kamu?!

Surga dapat dimasuki bagi siapa saja yang memenuhi syarat. Mereka dapat masuk dari pintu mana saja yang telah disediakan. Terdapat delapan p...