Guruku
Teman Baikku
Oleh: Agus
Mulyadi
Menjadi seorang pendidik (guru)
tidaklah mudah. kalimat tersebut benar adanya. fakta yang terjadi di lapangan
memang seperti itu. Guru bukanlah Tuhan yang berkuasa menjadikan segala
sesuatunya sesuai dengan kehendaknya. Murid pun demikian, bukanlah benda mati
yang tidak punya hati dan pikiran. Murid dengan segala keunikannya adalah
anugerah yang diberikan Tuhan kepada orang tua mereka dan diamanahkan kepada guru
untuk dididik, diarahkan, dibina dan dikembangkan setiap potensi yang dimilikinya.
Ini adalah tantangan sekaligus tugas berat bagi semua guru. Namun jika guru
bisa mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, bukan tidak mungkin
kesuksesan dalam pembelajaran di sekolah akan dapat direalisasikan.
Pembelajaran tidak hanya sekedar
transfer ilmu berjalan satu arah dari guru kepada murid saja. Pembelajaran dalam
arti sesungguhnya adalah proses penanaman nilai-nilai luhur kepada anak didik,
memanusiakan manusia, dan mempersiapkan diri mereka menyongsong masa depannya
dengan penuh kemandirian, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Tidak
sekedar transfer of knowledge saja atau sistem pembelajaran gaya bank
yang monoton dan tidak manusiawi. Pada konteks ini guru memiliki peran yang
sangat krusial dan urgen. mereka tidak saja berperan sebagai pengajar, namun
guru juga berperan sebagai pengarah, pengembang, peneliti, berperan sebagai
orang tua, serta siap menjadi teman yang baik bagi anak didiknya.
Yang terakhir mungkin susah untuk
dipraktikkan, tetapi bukan berarti tidak mungkin selama ada kemauan dan upaya yang
kuat dari internal guru itu sendiri. Harus diakui saat ini ada banyak guru yang
gagal paham dalam memainkan perannya sebagai teman bagi anak didiknya atau
bahkan tidak bisa. Sehingga banyak anak didik yang kemudian mencari pelarian
atau tempat untuk mencurahkan segala apa yang mereka rasakan. Di rumah,
lingkungan tempat tinggalnya maupun sekolah. Guru yang baik menurut hemat
penulis bukanlah guru yang bisa mengantarkan anak didiknya memperoleh nilai
yang tinggi dalam bentuk angka-angka (kuantitas). Guru yang baik adalah mereka
yang bisa menjadikan anak didiknya jauh lebih berkualitas selama belajar
bersamanya. Ia menjadi pendidik, pengarah, pembimbing, inspirator, orang tua
atau bahkan teman untuk berbagi dan atau sekedar berkeluh kesah saja.
Banyak guru yang “dekat” dengan anak
didiknya, namun kedekatannya hanya sebatas untuk mengambil perhatian dari anak
didiknya saja. Tidak sedikit guru yang “jauh” dengan muridnya padahal dia
pandai dalam berkomunikasi. Banyak juga guru yang sengaja mendekati anak
didiknya untuk mengetahui, menyelami lebih jauh karakter, kepribadian, dan
watak dari anak didiknya tersebut. Akan tetapi ia terkendala dalam komunikasi (tidak
pandai dalam berkomunikasi) dan atau sebaliknya.
Kompetensi
Terlepas dari apa yang telah penulis
tuturkan sebelumnya, sebagai seorang guru memang dituntut untuk memiliki
sejumlah kompetensi dalam menjalankan fungsi dan perannya di dalam pendidikan. Di
dalam (E. Mulyasa: 2008) ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru sebagai syarat professionalisme jabatannya. Kompetensi yang dimaksud
adalah pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial.
Di dalam pasal 28 ayat 3 butir (a) Standar Nasional Pendidikan
menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik mengarah kepada kemapuan guru dalam
mengelola pembelajaran. Hal itu meliputi perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran dan memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi dan pengembangan
anak didik dalam mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki.
Kemudian dilanjutkan di dalam pasal dan ayat yang sama butir (b)
bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil (tidak mudah
emosi), dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi anak didiknya, dan
berakhlak mulia.
Adapun pada butir (c dan d) dijelaskan bahwa kompetensi
professional lebih menitik beratkan kepada penguasaan materi pembelajaran secara
luas. Selain itu seorang guru juga harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi
dan bergaul yang efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua dan masyarakat.
Guru sebagai teman yang baik bagi anak didiknya menurut hemat
penulis adalah terjemahan atau turunan dari beberapa kompetensi tersebut. Terutama
pada kompetensi kepribadian dan sosial. Sebagai seorang guru yang baik harus senantiasa
memperhatikan penampilannya di depan anak didiknya. Guru yang baik juga tidak
boleh banyak bercanda apalagi berbicara kososng dengan anak didik. Sebab kebanyakan
bercanda hanya akan menjatuhkan atau merendahkan martabat guru. Selain itu guru
juga tidak boleh kaku dalam bersikap maupun bertutur kata, harus bisa membaur
dengan baik bersama anak didik, namun demikian tetap tahu batasan-batasannya,
sehingga (marwah) kewibawaannya sebagai guru akan tetap terjaga.
Menjadi seorang guru tidak boleh tertutup (eksklusif) terhadap anak
didiknya. mereka harus terbuka (inklusif) menerima semua anak didik yang hendak
berkomunikasi, berkonsultasi, minta nasihat atau hanya sekedar menyampaikan
keluh kesahnya. Singkat kata menjadi guru yang baik harus bisa memposisikan
diri di hadapan anak didiknya. Menjadi pengajar dalam pembelajaran di sekolah
pada satu moment. Menjadi teman yang baik (pendengar, teman bicara, konsultan,
penasihat) di moment yang lain. Dengan begini anak didik akan merasa nyaman,
percaya dan terbuka kepada guru-guru mereka setiap ada permasalahan dan tidak
akan mencari pelampiasan atau lari di tempat yang lain untuk bercerita,
berkeluh kesah atau meminta nasihat dan solusi atas setiap problematika yang ia
hadapi.
Penulis adalah pengajar di SMP Islam Al Azhar 21 Solo Baru